Rabu, 16 November 2016

Linguistics, Language, and Branches of Linguistics

What is Linguistics?
Linguistics is a study about language, including language form, language meaning, and language sounds.

Another definition about linguistics:

  • Linguistics is the study of language and of the way languages work. (http://www.merriam-webster.com/dictionary/linguistics)
  • Linguistics is the study of human speech including the units, nature, structure, and modification of language. (http://www.merriam-webster.com/dictionary/linguistics)
  • The study of the nature, structure, and variation of language. (http://www.thefreedictionary.com/linguistics)

What is Language?
Before we learn about the branches of linguistics, we must know what is language. Language is a set of ways or tools used by humans and animals to communicate each other. In term of linguistics, language is the usage of words and other elements according to specific rules used by people to communicate.

Another definition about language:
  • Language is the system of words or signs that people use to express thoughts and feelings to each other. (http://www.merriam-webster.com/dictionary/language)
  • Language is a human system of communication that uses arbitrary signals, such as voice sounds, gestures, and/or written symbols. (http://grammar.about.com/od/il/g/languageterm.htm)
  • Language is a purely human and non-instinctive method of communicating ideas, emotions and desires by means of voluntarily produced symbols. (Edward Sapir, Language: An Introduction to the Study of Speech. Harcourt, Brace and Company, 1921)


Branches of Linguistics
Emphasizes of language (according to Wikipedia about Linguistics):
  • Phonetics is the study of the physical properties of speech sound production and perception.
  • Phonology is the study of sounds as abstract elements in the speaker's mind that distinguish meaning.
  • Morphology is the study of internal structures of words and how they can be modified.
  • Syntax is the study of how words combine to form grammatical phrases and sentences.
  • Semantics is the the study of the meaning of words and fixed word combinations, and how these combine to form the meanings of sentences.
  • Pragmatics is the study of how utterances are used in communicative acts.
Other perspectives of language (according to Wikipedia about the outline of linguistics):
  • Historical Linguistics is the study of language change over time.
  • Sociolinguistics is the study of variation in language and its relationship with social factors.
  • Psycholinguistics is the study of the psychological and neurobiological factors that enable humans to acquire, use, comprehend and produce language.
  • Ethnolinguistics is the study about relationship between language and culture, and the way different ethnic groups perceive the world.
  • Dialectology is the study about the variations of language based primarily on geographic distribution and their associated features.
  • Computational Linguistics is the study of language from a computational perspective which performed by computer scientists who had specialized in the application of computers to the processing of a natural language.
  • Neurolinguistics is the study of the structures of language in the human brain that underlie grammar and communication.

Sources:
  • https://en.wikipedia.org/wiki/Outline_of_linguistics
  • https://en.wikipedia.org/wiki/Computational_linguistics
  • https://en.wikipedia.org/wiki/Dialectology
  • https://en.wikipedia.org/wiki/Ethnolinguistics
  • https://en.wikipedia.org/wiki/Historical_linguistics
  • https://en.wikipedia.org/wiki/Psycholinguistics
  • https://en.wikipedia.org/wiki/Linguistics
  • https://en.wikipedia.org/wiki/Phonology

Kamis, 10 November 2016

Pilihanku

Aku merasa bersalah dan menyesal.
Sesungguhnya aku tidak mau melakukannya.
Namun tiada jalan lain yang bisa dipilih.
Mereka yang menyuruhku begini.

Mengapa aku terlalu patuh?
Mengapa aku terlalu lemah?
Dan mengapa aku tidak bisa bilang tidak?
Sungguh mudahnya aku terbujuk mereka.

Ada dua sisi yang bertentangan.
Haruskah aku ikut kebohongan,
Hanya demi teman-temanku?
Atau bertahan kepada kejujuran?

Saat aku memilih kebohongan,
Kuselamatkan teman-temanku.
Tetapi aku tidak akan bisa tenang,
Karena dosa yang mengejarku.

Saat aku memilih kejujuran,
Aku telah berbuat kebenaran.
Namun, itu semua ada bayarannya.
Teman-temanku akan menghinaku.

Dua sisi itu terus menghantuiku.
Ketika aku memilih salah satu,
Maka akan ada yang kukorbankan.
Tiada pilihan tanpa adanya risiko.

Aku bukanlah orang yang bijak.
Dan aku juga tidak pandai memilih.
Aku hanyalah orang biasa,
Yang tidak lepas dari kekecewaan.

Hanya satu yang kuinginkan dari kalian.
Aku ingin dianggap ada oleh kalian.
Aku ingin kalian mendukung pilihanku,
Pilihan yang baik ataupun yang buruk.

Biarkanlah aku untuk memilih.
Ini pilihanku, bukan pilihan kalian.
Jika kalian tidak menginginkannya,
Aku tidak memaksa kalian untuk ikut.

Aku berada di antara dua pilihan.
Kalian memintaku memilih salah satu.
Jika aku mendapatkan masalah,
Janganlah kalian pergi dan lari.

Kita akan tanggung semua masalah ini.
Kita akan selesaikan bersama-sama.
Karena aku memilih untuk kalian,
Dan kita semua yang menghadapi ini.

Jika aku memilih yang tidak kalian sukai,
Kalian berhak marah dan kecewa padaku.
Namun, kalian tidak bisa memaksaku.
Karena bagiku, pilihan ini adalah yang terbaik.

Tulisan ini dibuat pada tanggal 9 Oktober 2016, dan direvisi pada tanggal 10 November 2016.

Senin, 29 Agustus 2016

Istirahat dari Masalah

Masalah datang tanpa henti
Masalah selalu ada setiap hari
Aku heran kenapa masalah terjadi
Dan aku bingung selesaikan masalah ini

Banyak sekali penyebabnya
Biasanya selalu aku yang salah
Apa aku tak pernah benar?
Apa aku ditakdirkan menjadi salah?

Kupikir semua bisa kuhadapi
Nyatanya aku tak mampu hadapi
Sekarang aku cuma berdiam diri
Dan hanya bisa menyendiri

Aku perlu istirahat
Istirahat dari hal yang berat
Yang membuatku hilang semangat
Dan tidak membuatku kuat

Aku perlu mengetahui
Mengapa semua jadi begini
Mengapa semua ini terjadi
Aku harus pikirkan solusi

Istirahatku ini tidak lama
Hanya untuk sejenak saja
Untuk hilangkan masalah yang ada
Dan mengembalikan diriku semula


Bekasi, 29 Agustus 2016.



Sabtu, 18 Juni 2016

Ada Banyak Waktu Untuk Mengagumi

Di liburan ini, di hampir setiap hari ini, aku tidak pernah bisa memikirkan apa yang harus kulakukan kecuali hanya diam di rumah dan memandangi layar komputer seharian, atau memainkan handphoneku, atau tidur. Banyak waktu yang telah hilang karena semua itu, tapi aku juga terasa berat untuk meninggalkannya.

Hujan pun turun di malam ini. Tidak deras dan kencang, namun menyejukkan rasa panas di jiwa. Ditemani lagu jazz yang tidak biasanya kusuka, namun kini bisa menenangkan aku. Malam ini aku kembali lagi seperti semula. Kembali lagi dalam kebiasaan harianku yang sering disebut kerja. Kerja tak penting, kerja tanpa bayaran, kerja tak berguna, mungkin begitulah kalau orang bilang aku bagaimana.

Beberapa hari ini kupandangi handphoneku, kucari nama-nama teman SMP maupun SMA ku, baik yang kukenal maupun tidak kukenal. Lebih banyak nama perempuan, karena aku memang mengagumi mereka. Yang kukenal, mereka kini berubah. Untuk teman SMP yang lama tak kutemui, aku tidak pernah tahu bagaimana mereka sekarang, tapi yang pasti mereka jauh lebih baik dari aku. Mereka lebih dewasa, lebih mampu menentukan pilihan, lebih terbuka, dan banyak kelebihan lagi dalam berbagai hal yang tentunya jauh lebih baik dariku.

Kupandangi pula foto-foto teman SMA ku. Tidak banyak yang kuketahui tentang namanya, makanya dengan berbagai cara kucari siapa nama dia, bagaimanakah rupanya dia, hingga aku pun tahu sosok yang selama ini sering kulihat namun tidak pernah kuketahui namanya, karena aku menyadari bahwa aku tidak pernah punya waktu untuk mengenalkan diriku kepadanya. Ya, semua ini terjadi karena aku tidak yakin, aku tidak percaya diri, dan aku merasa bahwa aku tidak mungkin berguna baginya.

Kulihat foto-foto siswi SMA yang sering aku lihat di sekolah, ia tampak cantik dan menarik. Sejujurnya aku mulai jatuh cinta kepada mereka. Namun, itu pun tidak berguna karena kebanyakan diantara mereka telah mendapat orang yang lebih baik dan mampu membuatnya bahagia, meskipun ada yang hanya sementara. Aku terus melihat foto-foto mereka, ada yang menunjukkan liburan mereka. Aku merasa iri kepada mereka. Bagaimana mereka melakukannya? Mengapa mereka bisa pergi liburan ke tempat yang jauh dan indah, sementara aku hanya menghabiskan waktu di rumah?

Bagiku, mereka adalah orang-orang yang jauh lebih mengetahui bagaimana cara mengatur diri mereka sendiri. Mereka mampu memikirkan apa yang perlu sdilakukan. Mereka juga bisa memilih mana yang benar dan mana yang salah. Dan pada akhirnya aku mulai tahu, mereka adalah orang-orang yang memiliki masa depan yang jelas, dan tahu apa yang mereka perbuat selanjutnya. Sejujurnya, aku ingin tahu lebih banyak tentang mereka, bagaimanakah sifat mereka, apakah mereka baik atau tidak, itulah yang sangat ingin kuketahui. Tapi aku tak mampu mengungkapkannya ke mereka, sehingga hanya inilah yang bisa kulakukan. Aku percaya bahwa mereka adalah orang yang baik. Aku percaya itu.

Ya, aku selalu memiliki banyak waktu untuk mengagumi, dan aku berharap untuk bisa memiliki mereka, tapi sepertinya itu sulit, bahkan tak mungkin bagiku. Dan pada akhirnya aku terus hanya memandangi mereka. Entah sampai kapan harus begini...

Kamis, 19 Mei 2016

Ketika Hati Dijajah Dendam

Sebuah renungan tentang diri saya sendiri.

Dia orang yang baik, terlahir dari keluarga baik-baik, diajari kebaikan.
Ia selalu berusaha mengalirkan kebaikan yang dimilikinya.
Semua itu agar ia bisa dekat dengan orang lain.
Tetapi...
Ia yang baik itu akan menjadi seorang musuh yang mematikan.
Ia siap melakukan apapun untuk meraih apa yang diinginkan.
Ia akan melakukan apa saja.
Ia tahu itu terlarang dan dosa,
Namun, tak ada jalan lain.
Mereka harus merasakan apa yang sama seperti yang dialaminya.

Awalnya, orang lain melihatnya sebagai orang yang baik.
Ia juga menilai orang lain sebagai orang yang baik pula.
Namun, penilaian itu mulai diusik oleh orang-orang yang mempunyai keinginan,
Keinginan yang tinggi untuk menjatuhkannya,
Setelah mereka mengetahui ia mudah lemah dan tak terkendali.
Maka mulailah segala gangguan itu dilakukan.
Ia terdiam dan kesal.
Marah, sedih, malu, dan murka menjadi satu.
Ia pun mengeluarkan tangisannya.
Orang lain tampak kasihan, namun didalamnya mereka tertawa.

Semakin bertambah usia, namun ia tak mampu keluar dari masalah.
Ia selalu diganggu, diejek, dihina, disakiti, dianiaya.
Hingga saat itu ia masih terus membiarkan.
Ia membiarkan orang lain melakukan semua itu padanya.
Orang tuanya bilang diam adalah cara terbaik.
Namun, ia akhirnya sudah tidak tahan lagi.
Ia memiliki cara sendiri untuk menyelesaikannya.
Tidak perlu lagi diam.
Ia pun mengeluarkan sifat aslinya,
Sifat aslinya yang selama ini dipendam.

Semua orang terkejut, tak menyangka,
Tak menyangka bahwa orang yang dikenal baik,
Ternyata mengeluarkan sifat aslinya yang ia pendam,
Setelah siksaan yang mereka lakukan.
Di dalam hatinya sudah tak ada lagi kebaikan.
Ia pun mulai mengubur kebaikan walaupun tak semua.
Sekarang ia telah menjadi pribadi yang ganas.
Hatinya dijajah oleh dendam yang membara.
Ia akan membalas semua perbuatan mereka yang sudah menyakitinya,
Dengan cara halus dan perlahan-lahan.

Hatinya sudah dipenuhi dendam.
Ia juga ingin menyakiti orang lain.
Ia dapat memfitnah atau menghancurkan harga diri seseorang,
Bahkan membunuh dan menyiksa pun bisa.
Dan ia hanya melakukannya kepada orang-orang yang menyakitinya.
Dan bukan kepada semua orang,
Karena tidak semuanya jahat.
Ia menyadari sejak lama bahwa itu perbuatan yang jahat dan dosa.
Tetapi hanya itu satu-satunya jalan,
Untuk membalas rasa sakitnya.

Ia pun melakukannya.
Ia pun hanya mementingkan dirinya sendiri.
Sungguh, hatinya merasa panas.
Dan ia sebenarnya tidak tega.
Tetapi ia merasa sangat puas,
Puas ketika melihat orang yang pernah menyakitinya dulu,
Mereka sekarang menghadapi kehancuran.
Dan ia senang melihat mereka hancur.
Sekarang, ia dapat memuaskan dirinya melihat mereka tersiksa.
Pembalasan demi pembalasan terus dilakukan, dan ia puas sekali.

Setelah sekian lama, ia berhasil membalaskan dendam.
Namun, ia sendiri malah dihantui dosa.
Ia merasa bahwa banyak hati orang lain disakiti.
Perbuatannya telah menghancurkan mereka.
Derita dan kesakitan pun membuat mereka lemah.
Ia mulai merasa sangat berdosa.
Ia merasa seperti habis membunuh.
Perasaannya kini diliputi duka.
Dendam telah membakar kebaikannya,
Kebaikan yang telah diajarkan kedua orang tuanya.

Mereka, orang-orang yang menyakitinya,
Yang kemudian dibalas dengan dendam darinya,
Perlahan pergi jauh.
Ia ingin minta maaf,
Tapi ia tak berani karena ia tahu bahwa ia pasti dimusuhi.
Ia pun berdoa dan berharap bahwa semua tidak akan pernah terjadi lagi.
Ia pun mulai tersadar.
Lama-kelamaan, ia berdamai dengan dirinya sendiri dan juga mereka.
Penjajahan dendam di hati pun pergi,
Atas keteguhan hati untuk kembali menjadi baik.

Minggu, 17 April 2016

Seandainya Aku Mengenal Dia

Tidur terlalu malam, bangun terlalu pagi. Itu sudah menjadi hal biasa bagiku. Tadi pagi, itu terjadi lagi. Bapakku diundang kantornya, Kementerian Perdagangan, untuk acara jalan sehat dalam rangka Hari Konsumen Nasional (Harkonas). Untuk itulah kenapa aku harus bangun pagi, dan aku malah tidak tahu kalau aku harus bangun pagi. Untungnya aku bisa bangun. Bergeraklah aku bersama bapak dan adik bungsuku ke stasiun Bekasi. Enak ya, jalan masih sepi dan suasana paginya terasa sekali. Jalan-jalan pun belum padat pada pukul 6.00 saat itu. Ditambah lagi, sebelumnya juga sempat hujan. Pantaslah kudengar suara gemuruh, yang pada akhirnya disingkirkan oleh cahaya matahari pagi. Aku tidak ingat jam berapa kereta itu bergerak dari stasiun Bekasi. Mungkin pukul 6.15, aku pun tidak tahu karena aku lebih fokus melihat ke luar. Suasana pendingin makin membuat pagi terasa sangat dingin, tapi aku tidak begitu peduli.

Pukul 7.15, sampai di stasiun terdekat yaitu Gondangdia. Dari sana aku harus berjalan dari stasiun menuju kantor bapakku. Setelah sampai, kami mendapatkan pakaian, tas, makanan, dan minuman. Bapak menyapa rekan-rekan kerjanya, sementara aku dan adikku hanya diam. Lagipula siapa yang kukenal diantara mereka? Tidak ada. Pukul 7.30, jalan sehat dimulai. Rutenya adalah Kemendag – Jalan Medan Merdeka Barat – Jalan Thamrin – Jalan Kebon Sirih – Kemendag, dengan jarak tempuh sekitar 3,5 km. Selain dari keluarga besar Kemendag, peserta berasal dari masyarakat umum dan sejumlah komunitas dari Jakarta dan sekitarnya. Hal yang akhirnya baru kuketahui dari rute yang sudah kulewati, banyak gedung ternama yang berorientasi pemerintahan dan kementerian.

Memasuki Jl. Kebon Sirih, ketika bapakku menyapa seorang rekan kerjanya, aku pun tertarik akan sesuatu. Apa itu? Seorang perempuan. Ia tampak menarik, cantik, dan sepertinya baik. Dia pasti anak dari rekan kerja bapakku. Usianya? Mungkin seumuran denganku, tetapi bisa saja dia seumuran dengan adikku yang sekarang kelas 10 (ia tidak ikut), atau ia sedikit lebih tua denganku. Aku menyukainya dan tertarik padanya. Tapi, seperti gejala yang kualami biasanya. Aku takut, aku tak berani. aku tak yakin. Bagaimana caraku berbicara kepadanya, itu pun aku bingung. Aku tidak tahu harus apa. Menurutku ia agak mirip dengan pengisi suara Upin & Ipin, Asyiela Putri. Sayang sekali, aku tidak bisa berkenalan dengan dia. Salahku juga sih, diam saja. Tapi ini sudah gejala yang kualami sejak lama, susah dihilangkan. Akhirnya aku jadi menyesal. Aku mencarinya, tapi ia seperti tidak tampak lagi. Ia seperti menghilang. Ia tak bisa kutemukan. Ya, memang yang namanya penyesalan itu datang belakangan.

Sekarang aku tidak tahu lagi siapa dia. Tentu saja aku tidak tahu, karena aku tidak mengenalnya. Berkenalan pun tidak. Aku tidak yakin kalau aku berani. Aku ragu kalau aku bisa mengambil hatinya. Gaya bicaraku kejauhan? Wajar. Ketika aku kehilangan dia pun aku menyesal. Aku mulai menyukai dia, tapi aku juga dengan mudah begitu saja melupakannya. Seandainya aku kenal rekan kerja bapakku itu. Satu hal yang kuketahui, dia, perempuan itu, adalah salah satu diantaranya banyak perempuan yang kusukai dan kuinginkan, tapi tak mampu kudapatkan. Lagipula, memang dia mau denganku? Apakah dia bisa menyukaiku? Aku tak terlalu yakin. Aku hanya bisa membayangkannya saja. Itu tak akan terwujud. Kemudian, kami pun pulang kembali ke rumah. Sekarang, aku lupa bagaimana sih penampilan dia? Semua seperti sudah kuhapus, tapi aku berusaha membangun kembali ingatan tentang dia, yang kini hanya tersisa satu persen ingatan.

Kami bergegas pulang, kami tidak yakin memenangkan door prize di acara itu. Jadi untuk apa menunggu? Oh iya, sebelum pulang kami mampir ke KFC, terletak disamping kantor pajak yang bersebelahan dengan kantor bapakku, untuk membeli burger. Bapakku lalu dihampiri seorang ibu. Ia mengucap "Assalamualaikum." Kupikir dia teman bapakku, ternyata bukan. Ia hanya menanyakan tempat. Tapi bukan itu yang membuatku terkejut. Ibu itu menanyakan arah tempat 7-Eleven yang berada di samping KFC. Aku terkejut karena ia bukan orang Indonesia. Ia bertanya dengan bahasa Inggris. Aku mulai berpikir mungkin dia orang Turki, atau Arab, atau Pakistan. Aku tidak tahu. Aku terkejut, karena aku membayangkan apa yang akan terjadi jika aku yang mengalaminya. Pasti aku kaget, atau kebingungan yang kudapat. Setelah membeli burger, kami jalan lagi ke stasiun Gondangdia dan menunggu kereta yang datang untuk kembali ke Bekasi.

Aku membicarakan tentang hari ini, perjalanan awal, jalan sehat, mengenal tempat, terpesona kepada seorang perempuan, dan pertanyaan turis asing. Aku masih terpikir tentang perempuan itu. Muda, belia, menarik, dan kurasa ia baik dan cerdas. Sayangnya, aku tidak berbicara kepadanya. Padahal aku sangat penasaran dan cukup tertarik kepadanya. Kini, aku cuma berharap bisa bertemu dia lagi. Aku ingin tahu banyak tentang dia karena aku cukup menyukainya. Menyukai sebagai pacar? Mungkin iya, tapi mungkin pula tidak. Seandainya saja aku mengenal dia... 

Bekasi, 17 April 2016

Jumat, 11 Maret 2016

Dendam dan Kebencian

Ini adalah sebuah ungkapan atas pikiran yang ditulis oleh saya.

Ada jiwa yang tidak stabil, yang menghuni jiwa seseorang yang tenang dan lembut. Ada balas dendam yang dimiliki, di dalam sifat seseorang yang baik. Dan ada kebencian yang menghinggapi, di saat semua orang berpikir seseorang yang mereka kenal adalah orang yang berkepribadian santun dan berbudi.

Seseorang tersebut mendapat serangan, namun ia tetap diam dan terus bersabar hingga menunggu mereka berhenti. Tetapi, mereka tidak berhenti menyerangnya, sehingga kesabarannya pun habis. Ia pun meledak. Dendam dan kebencian menguasainya, membuat ia lupa akan kebaikannya. Maka terlihatlah jati dirinya yang sebenarnya, yang lalu menyerang bahkan menghancurkan mereka yang mengganggu jiwanya, sehingga pandangan banyak orang pun telah berubah mengenai dirinya.

Sekarang, ia mengalami perubahan luar biasa. Perubahan itu baik sifat maupun jiwanya yang sepenuhnya. Ia hampir pula kehilangan rasa kemanusiaannya, akibat dendam dan kebencian yang sangat besar telah menguasai dirinya. Tetapi, ia tetap berusaha untuk mengendalikan dirinya, dan tidak menghancurkan mereka sepenuhnya, tetapi cukup separuhnya saja.

Hanya rasa kemanusiaan dan rasa ingatnya kepada Tuhan, yang bisa menghentikan perbuatannya secara perlahan-lahan. Sayangnya, ia jauh dari agama. Rasa ingatnya kepada Tuhan pun sangat sedikit, karena dendam dan kebencian yang berada di dalam jiwanya, serta tekadnya untuk menghapus mereka yang sudah membuatnya jatuh ke dalam kebencian, penderitaan, serta rasa sakit yang mendalam.

Jiwanya sudah sangat terganggu. Balas dendam adalah jalan utama. Satu demi satu para pengganggu pun dihancurkan. Di sisi lain, mereka malah tampak semakin puas melihat jiwanya terganggu, karena suatu hari ia akan dianggap orang gila atau penjahat, dan harus menikmati kehidupan di tempat seperti rumah sakit jiwa maupun penjara. Dan mereka pun akan tertawa puas melihat kehancuran dirinya.

Ia terus melakukannya, lama kelamaan pun ia sadar pula dan berusaha memperbaiki jiwanya sedikit demi sedikit, mengendalikan dirinya, menghapus dendam dan kebencian pada dirinya, dan mengingat Tuhan serta kembali mengikuti perintah agama, beserta ajaran-ajarannya yang baik. Disamping itu pula, ia pun harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Ia pun menyerah, memohon ampunan ke Tuhan, dan berjanji agar tidak akan melakukannya lagi.

Mungkin, ia akan kesulitan pada awalnya, namun pada akhirnya ia akan kembali kepada dirinya yang dahulu. Kembali kepada jiwanya yang tenang dan sifatnya yang baik, dan ia pun akan bisa mengubah pandangan orang terhadap dirinya, yang dahulu pernah memasuki kegelapan yang membutakan kebaikannya. Kini, ia akan kembali ke sisi terang, yang akan mengantar kita kepada kebenaran dan kebaikan.

Bekasi, 11 Maret 2016