Hari raya Idul Fitri kembali tiba. Inilah saat dimana umat Muslim merayakan apa yang disebut sebagai kemenangan. Setelah sebulan berpuasa, sudah saatnya untuk benar-benar berbuka dan kembali kepada cara seperti awal. Kita dianggap kembali suci, bersih, dan memenangkan pertarungan sengit melawan lapar, haus dan hawa nafsu.
Kemudian datanglah hari dimana banyak orang berpakaian dan tampil baru, menyajikan makanan dan minuman yang menggugah selera, hingga saling berkunjung antar keluarga untuk saling memaafkan satu sama lain.
Bagian memaafkan ini yang akan saya beri sorotan, karena saya memiliki suatu masalah berhubungan dengan hal ini.
Mungkin kalian sudah tahu, atau belum tahu, atau juga tidak mau tahu. Saya seringkali menutup diri, mengasingkan atau menghilangkan diri, dan memilih untuk diam di dalam keramaian. Ketika orang lain bisa asyik berbicara satu sama lain, bahkan bisa bercanda dan bercerita. Saya hanya bisa terdiam untuk menatap mereka dan memperhatikan apa yang mereka bicarakan. Maksudnya, sejujurnya saya ingin sekali melibatkan diri dalam percakapan mereka, namun saya khawatir hanya dianggap sebagai pengacau dan perusak suasana.
Ketika saya bertamu kepada sanak keluarga yang masih ada, saya bisa melihat adanya saudara sepupu hingga keponakan yang berkumpul. Mereka terlihat asyik menurut pandangan saya. Kemudian saya dan keluarga pun datang kepada mereka dan memohon maaf lahir dan batin. Disini saya merasakan sebuah kejanggalan.
Bagaimana bisa saya memohon maaf lahir dan batin kepada orang yang tidak benar-benar saya kenal? Apa maksudnya? Apakah mereka benar-benar mengetahui siapa saya? Saya sulit untuk bisa mengenal baik mereka dan saya datang untuk memohon maaf kepada mereka tanpa mengetahui maksudnya. Saya jadi bingung sendiri tentang mengapa harus memaaafkan mereka untuk hal yang saya dan mereka sendiri tidak ketahui?
Sebagai orang yang juga kurang terbuka dan selalu berusaha menutup diri rapat-rapat terhadap apapun, saya sendiri mempertanyakan mengapa saya harus memohon maaf secara lahir dan batin kepada mereka. Saya merasa bahwa seharusnya hal tersebut hanya bisa dilakukan apabila mereka mengetahui apa yang terjadi, masalah yang dihadapi saya, hingga latar belakang dari permasalahannya.
Saya tidak menolak kenyataan jika saya memang salah. Seringkali menghindar, kurang komunikasi, suka menyendiri, tidak nyaman di depan orang banyak. Masih banyak kekurangan lainnya yang tidak saya sebutkan disini, namun kalian dapat menilai sendiri apa saja yang menjadi masalah dalam diri saya.
Mungkin, sebaiknya saya memutuskan untuk tetap memaafkan. Memaafkan atas diri saya yang selalu menolak ajakan hingga terus menghindar, tidak berani untuk mengutarakan perasaan, lemah secara fisik hingga mental, terlalu fokus terhadap dunia fantasi saya sendiri dan lain-lain. Rasanya memang janggal, namun saya merasa bahwa tetap memaafkan itu sangat penting untuk menyembuhkan atau setidaknya mengurangi luka di hati dan pikiran.
Sepertinya saya mengucapkan terlalu banyak maaf. Kelihatannya memang menjadi tidak berharga, namun saya melakukannya untuk mengobati rasa sakit yang saya alami dan membuat saya belajar untuk memahami apa saja kekurangan saya yang harus diperbaiki.
Selamat Idul Fitri dari Saya yang masih berusaha untuk bangkit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar