Kamis, 19 Mei 2016

Ketika Hati Dijajah Dendam

Sebuah renungan tentang diri saya sendiri.

Dia orang yang baik, terlahir dari keluarga baik-baik, diajari kebaikan.
Ia selalu berusaha mengalirkan kebaikan yang dimilikinya.
Semua itu agar ia bisa dekat dengan orang lain.
Tetapi...
Ia yang baik itu akan menjadi seorang musuh yang mematikan.
Ia siap melakukan apapun untuk meraih apa yang diinginkan.
Ia akan melakukan apa saja.
Ia tahu itu terlarang dan dosa,
Namun, tak ada jalan lain.
Mereka harus merasakan apa yang sama seperti yang dialaminya.

Awalnya, orang lain melihatnya sebagai orang yang baik.
Ia juga menilai orang lain sebagai orang yang baik pula.
Namun, penilaian itu mulai diusik oleh orang-orang yang mempunyai keinginan,
Keinginan yang tinggi untuk menjatuhkannya,
Setelah mereka mengetahui ia mudah lemah dan tak terkendali.
Maka mulailah segala gangguan itu dilakukan.
Ia terdiam dan kesal.
Marah, sedih, malu, dan murka menjadi satu.
Ia pun mengeluarkan tangisannya.
Orang lain tampak kasihan, namun didalamnya mereka tertawa.

Semakin bertambah usia, namun ia tak mampu keluar dari masalah.
Ia selalu diganggu, diejek, dihina, disakiti, dianiaya.
Hingga saat itu ia masih terus membiarkan.
Ia membiarkan orang lain melakukan semua itu padanya.
Orang tuanya bilang diam adalah cara terbaik.
Namun, ia akhirnya sudah tidak tahan lagi.
Ia memiliki cara sendiri untuk menyelesaikannya.
Tidak perlu lagi diam.
Ia pun mengeluarkan sifat aslinya,
Sifat aslinya yang selama ini dipendam.

Semua orang terkejut, tak menyangka,
Tak menyangka bahwa orang yang dikenal baik,
Ternyata mengeluarkan sifat aslinya yang ia pendam,
Setelah siksaan yang mereka lakukan.
Di dalam hatinya sudah tak ada lagi kebaikan.
Ia pun mulai mengubur kebaikan walaupun tak semua.
Sekarang ia telah menjadi pribadi yang ganas.
Hatinya dijajah oleh dendam yang membara.
Ia akan membalas semua perbuatan mereka yang sudah menyakitinya,
Dengan cara halus dan perlahan-lahan.

Hatinya sudah dipenuhi dendam.
Ia juga ingin menyakiti orang lain.
Ia dapat memfitnah atau menghancurkan harga diri seseorang,
Bahkan membunuh dan menyiksa pun bisa.
Dan ia hanya melakukannya kepada orang-orang yang menyakitinya.
Dan bukan kepada semua orang,
Karena tidak semuanya jahat.
Ia menyadari sejak lama bahwa itu perbuatan yang jahat dan dosa.
Tetapi hanya itu satu-satunya jalan,
Untuk membalas rasa sakitnya.

Ia pun melakukannya.
Ia pun hanya mementingkan dirinya sendiri.
Sungguh, hatinya merasa panas.
Dan ia sebenarnya tidak tega.
Tetapi ia merasa sangat puas,
Puas ketika melihat orang yang pernah menyakitinya dulu,
Mereka sekarang menghadapi kehancuran.
Dan ia senang melihat mereka hancur.
Sekarang, ia dapat memuaskan dirinya melihat mereka tersiksa.
Pembalasan demi pembalasan terus dilakukan, dan ia puas sekali.

Setelah sekian lama, ia berhasil membalaskan dendam.
Namun, ia sendiri malah dihantui dosa.
Ia merasa bahwa banyak hati orang lain disakiti.
Perbuatannya telah menghancurkan mereka.
Derita dan kesakitan pun membuat mereka lemah.
Ia mulai merasa sangat berdosa.
Ia merasa seperti habis membunuh.
Perasaannya kini diliputi duka.
Dendam telah membakar kebaikannya,
Kebaikan yang telah diajarkan kedua orang tuanya.

Mereka, orang-orang yang menyakitinya,
Yang kemudian dibalas dengan dendam darinya,
Perlahan pergi jauh.
Ia ingin minta maaf,
Tapi ia tak berani karena ia tahu bahwa ia pasti dimusuhi.
Ia pun berdoa dan berharap bahwa semua tidak akan pernah terjadi lagi.
Ia pun mulai tersadar.
Lama-kelamaan, ia berdamai dengan dirinya sendiri dan juga mereka.
Penjajahan dendam di hati pun pergi,
Atas keteguhan hati untuk kembali menjadi baik.